Rabu, 27 Mei 2009

AWAL SEBUAH PERJUANGAN

AWAL SEBUAH PERJUANGAN

Oleh : Taat Firmansyah


Kuasa Allahlah yang membawa Firli remaja berumur lima belas tahun ini ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kehutanan. “Firli bukanlah anak yang pintar-pintar amat” , tetapi berkat doa, usaha, dan memang ridho Allahlah ia bisa diterima di SMK Kehutanan. Sebelumnya Firli diterima sebagai calon siswa cadangan, karena ada calon siswa lain yang mengundurkan diri maka Firli dipanggil untuk mencoba menjadi calon siswa SMK Kehutanan.Tempat calon sekolahnya itu merupakan sekolah yang terkenal di kota itu. Sekolahnya terkenal sebagai sekolah yang keras dan disiplin, sehingga untuk menjadi siswa di sekolah itu tidak muda. Tes seleksi calon siswa juga tidak hanya tes akademis tetapi juga tes fisik. Salah satu cara syarat untuk menjadi siswa juga harus siap untuk tinggal di asrama. Perjalanan dari rumah Firli ke sekolah itu membutuhkan waktu sekitar enam sampai tujuh jam.


Betapa kagetnya Firli ketika ayahnya mengabarkan ia dipanggil oleh panitia penerimaan siswa baru SMK Kehutanan Kadipaten. Di saat Firli sedang terkejut, ternyata ada yang lebih mengejutkan lagi. Ayah Firli mengabarkan hal tersebut sore hari, dan besok pagi Firli sudah harus mengikuti pembukaan sekaligus kegiata Masa Orientasi Siswa (MOS) di SMK itu. Apalagi persyaratan untuk besok juga banyak dan tidak mudah untuk didapat, ditambah dengan ayah yang sedang tidak menyimpan uang banyak. Firli dianjurkan untuk membawa seragam lapangan lengkap dan uang untuk daftar ulang. Ayahnya bingung seragam lapangan seprti apa?. Sekonyong ayah pergi ke kota membeli seragam itu. “Uang menipis bu, bagaimana untuk daftar ulang?” gumam ayah pada ibu. Adzan maghrib berkumandang, ayah belum juga mengambil keputusan bagaimana cara mendapat uang sesingkat itu. Setelah Firli, ayah, ibu, dan nenek serta adiknya sholat. Ibu berbisik pada ayah “ayah, bagaimana kalau ibu nagih utang saja di tetangga?”. “ya” jawab ayah dengan heran, karena ayah tidak tahu ibu pernah meminjamkan uang pada tetangganya. Dengan wajah khawatir, ibu kembali berbisik pada ayah “ayah, tapi uangnya tidak sebanyak yang dibutuhkan”. Ayah berfikir sejenak hingga akhirnya menjawab “ya, kalau gitu ayah ngutang juga ya?”. “nagih utang terus ngutang” ayah masih mencoba melepas kekhawatiran, kalau-kalau tidak cukup uang. Demi anak tercinta, demi kebahagiaannya di masa mendatang, ayah melangkahkan kedua kakinya pergi ke rumah saudara untuk meminjam uang. Saat sampai di rumah saudaranya yang menjadi pengusaha sukses itu, dengan rendah hati ayah berkata “saudarku, anakku dipanggil oleh panitia penerimaan siswa baru SMK Kehutanan untuk belajar di sana. Apa kamu berkenan membantu?. Aku sedang butuh uang untuk membayar daftar ulang anakku”. Dengan ramahnya saudara ayah menjawab “ya, berapa?” ayah menjawab dengan ragu “empat juta”. Tanpa berfikir panjang, saudara ayah bergegas pergi mengambil uang untuk dipinjamkan. Hari semakin malam, itu yang membuat ayah semakin tidak enak meminjam uang, namun demi anaknya ia mau melakukan semua itu.


Ya, hari sudah semakin malam, kehidupan semakin sunyi, lampu-lampu emperan rumah pun sudah mulai padam. Tertinggal satu rumah yang lampunya masih menyala dari depan hingga belakang, itulah rumah Firli yang sedang dalam detik-detik perpisahan. Isap tangis kebahagiaan dan kesedihan terdengar. Doa restu sang ibunda dan nenek tercinta menyertai cucuran air mata suci. Berjuta harapan agar Firli menjadi anak pintar terucap dari mereka. Itulah, suasana perpisahan seorang anak, ibu, nenek dan keluarganya. Raga tak bertenaga, pikiran tak karuan, hati yang tak dapat mengingkari, itulah awal dari sebuah perjuangan. Dengan langkah bagai menendang gajah Firli meninggalkan serambi rumahnya menuju sepeda motor ayah. Tatapan terakhir sang ibunda dan nenek yang penuh keraguan serta lambaian tangan kedua adiknya membuat Firli semakin sulit meninggalkannya. Tetapi demi ilmu Firli harus tetap meninggalkan mereka. Kata “bismillahirrohmanirrohim” yang mengakhirkan pandangan matanya.


Setelah sampai di terminal bus, ayah menitipkan sepeda motor ke penitipan dan mencari bus jurusan Bandung,Tegal. Namun, karena sudah terlalu malam tidak ada bus jurusan itu. Akhirnya Firly dan ayah harus naik bus jurusa lain yang nantinya akan dioper ke bus jurusannya. Lima jam Firli dan ayah dalam bus itu, sampailah di tempat peng-operan. Ternyata tidak ada bus yang ke jurusannya, akhirny harus menunggu di tepi jalan raya yang sudah sepi itu. Du puluh menit telah berlalu, bus/elp yang ditunggu tak kunjung datang. Firli yang duduk terbengong itu dilihat oleh ayah, seraya berkata “anakku, sabarkan hatimu, inilah awal sebuah perjuangan. Jadilah anak yang pintar di sana, doa ayah akan selalu menyertaimu”. Mendengar hal itu, Firli yang tadinya sudah mengantuk tersentuh hatinya. Hampir tak tertahan Firli menahan berontak air mata yang ingin menetes. Tetapi, Firli kuat dan menjawab “ya, ayah”. Keharuan suasana saat itru terpotong oleh bus/elp yang melintas. Sehingga Firli dan ayahnya harus lari menaikinya. Sempat ayah bertanya pada kondektur, ternyata jurusan yang dituju masih jauh. Ayah terlihat sangat letih. Setelah duduk bebeapa saat, ayah langsung tertidur. Firli melihat ayah sembari berkata dalam hati, bertanya pada hati nurani, mengadukan apa yang saat ini sedang dirasakannya “saat kupandang raut wajah ayah, sakit hati ini teras, saat melihat wajah ayah kusam karena letih. Air mata suci kembali banjiri dataran pipi ini. Terimakasih tak kuasa ku ucap dari bibir ini, getaran raga tuk peluk sang ayah tak kuat kulakukan. Rasa salah sempat melintas pikiran. Firli tak ingin melihat ayah sengsara karena Firli, tetapi di sisi lain tanpa ayah Firli tidak bisa apa-apa. Firli berjanji, Firli akan berusaha mewujudkan apa yang ayah cita-citakan. Inilah bukti bakti abdiku pada ayah dan keluarga”. Satu setengah jam Firli dan ayah berada dalam bus/elp tersebut. Setelah turun, mereka masih harus naik satu minibus untuk menuju ke SMK Kehutanan. Hari sudah pagi, sang fajar mulai memperlihatkan keelokkannya, adzan subuh terdengar hingga sanubari. Firli dan ayah pun sholat di minibus yang sedang menunggu penumpang penuh itu. Keraguan muncul saat Firli memikirkan jauhnya tempat untuk menuntut ilmu, namun semua itu sirna saat Firli memikirkan masa depannya.


Jam enam pagi Firli dan ayahnya sampai sampai di SMK Kehutanan. Dengan senyum Firli menatap megahnya SMK Kehutanan itu. Firli dan ayah lalu dibantu SATPAM menuju ke asrama, dan siap-siap mmengikuti upacara pembukaan MOS di sekolah barunya. MOS dimulai hari itu, ayah Firli hanya menunggu sampai sore. Di tengah kesibukannya, Firli memasuki kamar dan melihat buku tergeletak di atas meja dan berisi tulisan “ayah pulang, kamu hati-hati”. Kagetnya Firli membaca tulisan itu. Karena Firli tidk dipamiti langsung oleh ayah. Firli bersedih kembali, Firli berkata dalam hati “Firli memang benar-benar sudah sendirian, tak ada sahabat dan keluarga di sisi Firli”. Serta terucap dalam bibirnya “ya Allah kuatkanlah hamba-Mu dalam menghadapi cobaan ini”. Itulah seru anak yang rela tinggalkan kebahagiaan bersama keluaraga demi ilmu. Semoga menjadi amal ibadah yang tak terhingga.

0 komentar:


Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Urban Designs